motoline.id – MotoGP Thailand 2025 menghadirkan berbagai drama dan cerita menarik, salah satunya adalah perjuangan luar biasa Fabio di Giannantonio. Setelah absen hampir sepanjang tes pramusim akibat cedera, serta terpaksa mundur dari sprint race karena panas ekstrem dari motor VR46 Ducati miliknya, pembalap Italia ini tetap mampu menyelesaikan balapan utama di posisi kesepuluh.
Hasil ini bukan sekadar angka di klasemen, tetapi sebuah bukti ketahanan mental dan fisik yang luar biasa. Di Giannantonio menghadapi tantangan besar sejak awal musim, mulai dari cedera patah tulang selangka hingga adaptasi dengan motor baru. Meski begitu, ia tetap mampu menunjukkan performa solid di Buriram, membuktikan bahwa ia layak bersaing di MotoGP.
Cedera dan Absen dari Tes Pramusim
Di Giannantonio mengalami kecelakaan aneh di Sepang yang membuatnya mengalami patah tulang selangka di bahu kiri—bahu yang sama yang sebelumnya telah menjalani operasi besar pada akhir tahun lalu. Cedera ini membuatnya melewatkan hampir seluruh tes pramusim, kecuali hari pertama.
Ketika pembalap lain memanfaatkan waktu tes untuk menyempurnakan setelan motor dan membangun ritme, di Giannantonio justru harus berjuang untuk pemulihan. Akibatnya, ia baru bisa kembali mengendarai motor pada sesi latihan Jumat di GP Thailand. Tantangan ini semakin berat karena ia belum sempat menjalani latihan fisik yang memadai.
Sprint Race yang Menyiksa
Meskipun telah kembali ke lintasan, kondisi fisik di Giannantonio masih jauh dari optimal. Ia mengalami rasa sakit di bahunya sepanjang sesi latihan dan kualifikasi, di mana ia hanya mampu mengamankan posisi start ke-13. Namun, masalah sebenarnya muncul saat sprint race, di mana ia menghadapi panas ekstrem yang belum pernah ia alami sebelumnya.
“Saya terbakar di tangan, kaki, leher—benar-benar terbakar seperti belum pernah saya alami sebelumnya,” ujar di Giannantonio setelah sprint race. Panas dari Ducati GP24 miliknya begitu intens hingga ia tidak mampu menyelesaikan balapan. Ini menjadi pukulan telak bagi pembalap VR46 itu, yang sebelumnya berharap bisa meraih hasil lebih baik.
Strategi dan Perubahan untuk Balapan Utama
Setelah pengalaman buruk di sprint race, tim VR46 bekerja keras untuk mencari solusi. Di Giannantonio tidak ingin mengungkapkan detail perubahan yang dilakukan, tetapi ia mengisyaratkan bahwa beberapa modifikasi yang diterapkan cukup “artistik.” Salah satu spekulasi yang beredar adalah timnya menambahkan pelindung panas buatan sendiri untuk mengurangi dampak suhu tinggi dari motor.
Hasilnya, perubahan tersebut membantu di Giannantonio bertahan dalam balapan utama. Ia mampu menjaga kecepatannya dan bahkan berpeluang finis di posisi kesembilan sebelum akhirnya disalip oleh Enea Bastianini dari tim Tech3 KTM di lap-lap terakhir.
Rasa Bangga atas Performa di Buriram
Meskipun hanya finis di posisi ke-10, di Giannantonio mengaku sangat bangga dengan pencapaiannya. “Bangga. Bangga dengan tim, bangga dengan diri saya sendiri, bangga dengan staf yang mendukung saya di rumah. Kami melakukan sesuatu yang luar biasa,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa balapan ini sangat menantang karena ia belum sepenuhnya mengenal motor Ducati GP24. “Saya balapan di MotoGP tanpa benar-benar mengetahui motor ini, tanpa melakukan pengujian apa pun, dan tanpa persiapan fisik yang memadai. Kondisi fisik saya di bagian atas tubuh benar-benar nol. Saya bahkan belum melakukan push-up selama enam bulan, sejak cedera pertama di Austria tahun lalu.”
Selain itu, kondisi cuaca yang sangat panas di Buriram membuat balapan semakin sulit. “Suhu di lintasan seperti neraka, benar-benar terasa seperti api! Tapi kami tetap melakukan pekerjaan yang luar biasa. Potensi kami ada untuk tampil cepat, meskipun saya start cukup jauh dari para pembalap top,” jelasnya.
Ducati GP24: Lebih Cepat, Lebih Kuat, Lebih Andal
Fabio Di Giannantonio juga mengomentari performa Ducati GP24 yang baru pertama kali ia gunakan di balapan ini. Sebelumnya, ia sempat mendengar bahwa perbedaan antara GP23 dan GP24 tidak terlalu signifikan, tetapi pengalaman langsung di lintasan membuatnya berpikir sebaliknya.
“Jauh lebih baik, jauh lebih baik!” katanya dengan antusias. “Tahun lalu, saya sempat berbicara dengan beberapa kolega yang mengatakan bahwa GP23 dan GP24 hampir sama, hanya ada beberapa perubahan kecil. Tapi kenyataannya… ini seperti dunia yang berbeda!
“Motor ini jauh lebih cepat, tenaga yang dihasilkan luar biasa, traksi sangat mengagumkan, dan kemampuan menikungnya juga meningkat drastis.”
Ducati memang terus berkembang sebagai salah satu motor terbaik di MotoGP. Keputusan tim pabrikan untuk tetap menggunakan GP24 alih-alih GP25 tampaknya menjadi pilihan yang tepat, terutama melihat performa Marc Marquez dan Francesco Bagnaia yang tampil dominan.
Persaingan dengan Franco Morbidelli dan Pembalap Ducati Lainnya
Sementara di Giannantonio masih beradaptasi dengan GP24, rekan setimnya di VR46, Franco Morbidelli, tampil lebih impresif dengan finis di posisi keempat. Hasil ini mencerminkan betapa kuatnya Ducati dalam musim ini, dengan semua pembalapnya mampu bersaing di papan atas.
Bahkan, Morbidelli menyelesaikan balapan di belakang tiga pembalap Ducati lainnya, menjadikan pabrikan Italia itu menguasai empat posisi teratas. Hal ini semakin membuktikan bahwa Ducati masih menjadi kekuatan utama di MotoGP 2025.
Tantangan Berikutnya: MotoGP Argentina
Dengan berakhirnya MotoGP Thailand, tantangan berikutnya bagi di Giannantonio adalah seri MotoGP Argentina di Sirkuit Termas de Rio Hondo pada 14-16 Maret. Sirkuit ini memiliki karakter yang berbeda dengan Buriram, dengan tikungan cepat dan trek yang lebih panjang.
Bagi di Giannantonio, ini akan menjadi kesempatan untuk semakin memahami Ducati GP24 dan meningkatkan kebugarannya. Jika ia bisa memanfaatkan jeda waktu antara balapan untuk memperkuat fisiknya, maka bukan tidak mungkin ia bisa tampil lebih kompetitif di Argentina.
MotoGP Thailand menjadi bukti ketangguhan Fabio di Giannantonio. Meskipun menghadapi banyak tantangan, mulai dari cedera, kurangnya pengujian, hingga kondisi panas ekstrem, ia tetap mampu menyelesaikan balapan dan meraih poin berharga.
Perjalanan musim ini masih panjang, tetapi performanya di Buriram menunjukkan bahwa ia memiliki mentalitas seorang pejuang. Jika ia terus berkembang dan beradaptasi dengan GP24, bukan tidak mungkin kita akan melihatnya bersaing di posisi yang lebih tinggi dalam balapan-balapan mendatang.
Kini, fokusnya tertuju pada Argentina. Akankah di Giannantonio mampu melanjutkan momentum positifnya? Kita tunggu dan saksikan aksinya di lintasan berikutnya!